Iklan

Tuesday, 16 April 2013

Kisah Anak Tukang Becak yang Berpenghasilan Ratusan Juta

21:36
Adakah seorang anak tukang becak yang berpenghasilan ratusan juta rupiah per bulan?
Jawabannya tentu saja ada. Dia adalah Yanto Rukmana, seorang pengusaha boneka yang beralamat di Jalan Sukamulya Indah 18, Bandung.
Pada 1995, Yanto hidup di lingkungan keluarga tidak mampu. Saat duduk di bangku kelas tiga SMP, dia mencoba meringankan beban ekonomi keluarga dengan bekerja sebagai kuli di salah satu perajin boneka di jalan Sukamulya Bandung.
Namun karena merasa tidak cukup hanya bekerja di tempat orang lain, Yanto berencana membangun usaha secara Mandiri. Kebetulan seorang pamannya memberikan pinjaman modal Rp1,5 juta, Yanto pun tak menyia-nyiakan kesempatan itu dengan membeli dua buah mesin jahit dan bahan baku.

“Menginjak SMA saya langsung membuka usaha sendiri, kebetulan paman saya memberikan pinjaman modal,” katanya.
Bermodal tekad kuat dan kepercayaan diri, Yanto merekrut enam orang tetangganya untuk bekerja menjadi karyawannya. Dia meyakini usahanya itu akan maju seperti majikannya terdahulu.
“Modalnya sederhana saja. Saya punya cita-cita untuk memajukan bisnis boneka lebih luas,” ungkapnya.
Inovasi seorang pemuda seperti Yanto memang patut diacungi jempol. Ketika Desa Sukamulya yang terkenal sebagai sentra boneka terbesar di Bandung itu kebanyakan memproduksi boneka hand made [buatan tangan]. Yanto memilih berproduksi dengan menggunakan mesin jahit.

“Hasilnya dalam setahun saja saya sudah mendapatkan keuntungan enam kali lipat,” katanya.
Yanto merupakan tipe pekerja keras dan tangguh. Walaupun berperawakan kecil namun semangatnya dalam berbisnis layak diperhitungkan. Setahun sudah Yanto mengelola usaha bonekanya, potensi bisnisnya sudah dapat terbaca dengan baik.
Dia berniat mengembalikan modal usaha pada sang paman. Pasalnya, dalam perjanjian sebelumnya, keuntungan dari pinjaman modal itu mesti dibagi dua. Dengan bijaksananya sang paman memberi dua opsi: keuntungan dibagi rata berbentuk uang, atau peralatan dan bahan baku.

“Saya tidak mengambil uang dari keuntungan pinjaman modal, tapi saya memilih peralatan [mesin jahit] dan bahan baku saja,” katanya.

Beberapa tahun kemudian, seusai lulus SMA, keinginan Yanto untuk melanjutkan pendidikannya ke universitas terpaksa ditunda beberapa tahun.
Dia kini fokus mengembangkan usaha boneka. Permintaan pasar sudah menumpuk di meja kerjanya. Dia tentu senang bukan main. Usaha yang dirintisnya dari nol mulai membuahkan hasil yang memuaskan.
Menginjak akhir 1997, Indonesia dilanda krisis moneter yang memporak-porandakan perekonomian negara. Sebagian pengusaha jungkir balik, harga kebutuhan pokok mulai meroket. Namun bagi Yanto, hal itu mendatangkan keuntungan tersendiri.

“Tahun 1997 penjualan boneka produksi saya bagus,” katanya.
Permintaan pasar khususnya swalayan menjadi pelanggan tersendiri baginya. Itulah yang menyebabkan dirinya mematenkan usahanya di bawah CV Motekar. Sebuah nama yang memiliki filosofi tersendiri.
“Motekar itu artinya kreatif,” katanya.

Yanto mulai berbenah. Dia bereksperimen dengan produksi bonekanya. Dalam prinsip hidupnya, seorang pebisnis mesti lincah dan pandai bergaul. Dia mulai berkenalan dengan siapa pun termasuk melek internet guna mencari bahan-bahan desain untuk dijadikan inspirasi yang unik.

Memasuki 2008 boneka produksi Yanto dilirik mancanegara khususnya Jepang dan Singapura. Tiap bulannya Yanto mengirim satu kontainer boneka dengan nominal Rp500 juta. Yanto mulai keteteran pesanan, pelanggan dalam dan luar negeri kerap ditolak karena banyaknya permintaan.
Produksi boneka Yanto berubah drastis, dari hanya empat model boneka, kini dengan hasil inovasinya menghasilkan puluhan model boneka. Jenisnya beragam dari mulai terkecil hingga terbesar sekalipun.
“Boneka produksi saya banyak ditiru orang,” katanya.

Di saat bisnisnya berkembang pesat. Dia memilih ekspor boneka disetop, pertimbangannya ongkos kirim sudah tidak lagi sepadan dengan keuntungan.
Kini, Yanto fokus menggarap pasar lokal yang menurutnya lebih menjanjikan karena margin laba lebih tebal dan ongkos kirim rendah.

“Justru pangsa pasar lokal malah lebih menguntungkan,” tegasnya.
Harga boneka yang dijual Yanto relatif murah, mulai boneka terkecil seharga Rp6.000 hingga boneka terbesar yang dibanderol Rp250.000. Setiap bulannya produksi boneka Yanto di bawah CV Motekar tersebut mampu menghasilkan 30.000 jenis boneka dari berbagai jenis dan ukuran.
Usaha boneka yang digeluti Yanto di bawah bendera CV Motekar memang sudah dikenal di mana-mana. Tak sedikit sejumlah perusahaan dan hotel di Indonesia memesan pernak-pernik dan gift kepada Yanto.
Setiap perusahaan dan hotel mesti jauh-jauh hari jika ingin memesan boneka kepadanya, saking padatnya produksi yang dibuatnya.

Bukan itu saja, kini boneka produk Yanto banyak dipesan melalui pasar online. Sejumlah pesanan dari luar kota semakin membuat sibuk dapur produksi Yanto. Apalagi dengan kecerdikan Yanto, kini dia tengah memproduksi boneka yang tengah digandrungi pasar, yakni boneka emoticon Blackberry dan Angry Bird.
“Sekarang yang lagi ngetrend itu boneka jenis emoticon Blackberry dan Angry Bird. Pangsa pasarnya kebanyakan dari mahasiswa,” katanya.

Dari usaha bonekanya itu, Yanto kini mampu meraup omzet Rp500 juta perbulan. Sebuah angka yang sangat luar biasa bagi seorang anak tukang becak.
Dari penghasilan ratusan juta tersebut, Yanto kini sudah menyabet gelar sarjana pada 2009 lalu dan mampu membahagiakan serta membuat bangga orang tuanya. 

Bukan hanya itu saja, Yanto kini bisa hidup bahagia bersama istri dan keempat anaknya. Dia bangga bukan main telah memberikan lahan kerja bagi para tetangga dan saudaranya. Apalagi saat ini, pria bungsu dari tujuh bersaudara berusia 36 tahun itu sudah meraih cita-citanya yang diimpikan sejak dulu, yakni seorang Haji mabrur. (as/bisnis)

Thanks for reading Kisah Anak Tukang Becak yang Berpenghasilan Ratusan Juta

Related Posts

Your Comments

No comments:

Post a Comment

Labels

Labels

Labels

Copyright © Blog'e Aji Bintara. All rights reserved. Template by CB Blogger