Iklan

Tuesday, 1 May 2012

Yogi Tyandaru (Fajar Toserba), Profil Enterpreneur Muslim dengan OmzetMiliaran Rupiah

09:07
Yogi Tyandaru, itu nama yang diberikan sang ayah kepadanya. Yogi tidak banyak mengetahui ihwal namanya namun saat kuliah tahun 1994, salah seorang kawan kuliahnya di Fikom Unisba, pernah memberitahu arti dari namanya. Katanya, “Yogi” berasal dari kata yoga, artinya orang yang senang bermeditasi atau berdoa, “Tyan” berasal dari kata thian, artinya langit, dan “Daru” berasal dari kata andaru, artinya kekuatan atau kebahagiaan. Barangkali sang ayah berharap kelak anaknya menjadi orang yang selalu mendekatkan diri pada Tuhan dan diberikan kebahagiaan.

Bila sang ayah masih hidup, pasti ia akan bahagia melihat Yogi kini menjadi seorang pengusaha muda yang sukses dan aktif berdakwah. Sebagai pemilik dan CEO (Chief Executive Officer) Fajar Toserba, dalam kurun waktu delapan tahun Yogi berhasil mengembangkan usaha dengan omzet miliaran rupiah pertahun tanpa mengabaikan kegemarannya berdakwah.

Yogi kecil mengenyam pendidikan dasar hingga menengah atas di kota kelahirannya, Kuningan. Tahun 1994 ia kuliah di Fakultas Ilmu Komunikasi Unisba. Kesukaannya terhadap retorika dan pidato menghantarkan Yogi menjadi Juara I Lomba Retorika Tingkat Nasional tahun 1995 di Jakarta. Keahliannya beretorika selalu terasah dalam setiap aktifitas dakwah sejak ia mengenyam pendidikan di kota Bandung.

Yogi bukanlah tipikal anak yang dapat terpenuhi semua keinginannya karena tidak terlahir di keluarga yang berada, apalagi ia seorang yatim. Saat kuliah ia harus kos di tempat murah. Karena keuangan yang terbatas dan tekadnya untuk hidup mandiri, saat kuliah Yogi mencari penghasilan dengan berjualan obat pembersih muka secara door to door dan celana panjang. Untuk celana panjang, Yogi menjualnya pada teman sekelas. “Alhamdulillah, dengan berjualan, kebutuhan sebagai anak kos sedikit teratasi”, ungkap Yogi.

“Meski kos di rumah bilik sederhana di Gegerkalong, yang penting dekat masjid”, kenang Yogi. Sejak lama ia memang membiasakan diri shalat di masjid tepat waktu meski dalam perjalanan sekalipun. Saat liburan kuliah, ia nyantri di beberapa pesantren di Jawa Timur. Ia kerap mengajak kawan-kawan kuliahnya di Unisba, khususnya Fikom, untuk masantren dan berdakwah beberapa hari ke luar kota saat liburan. Tak heran bagi teman kuliahnya, Yogi dikenal sebagai sosok yang agamis dan santun. Padahal saat masih remaja ia termasuk anak bengal yang gemar berkelahi. Kawan SMA Yogi sempat terkaget-kaget melihat sosoknya yang sekarang. “Mereka bilang, Gi, sugan teh maneh moal meunang hidayah”, cerita Yogie sambil tertawa.
Sebagai manusia biasa, pernah hatinya serasa ditusuk kala seorang kawan kuliahnya di Fikom mengatakan, “Gi, mun kuliah teh disalin atuh“. Bila diartikan dalam bahasa Indonesia, artinya, “Gi, kalau kuliah ganti baju dong”. Baju Yogi saat kuliah memang itu-itu saja karena tidak punya banyak pakaian. “Maklum, orang kere”, katanya sambil terkekeh. Makanya ia bertekad untuk menjadi orang kaya.

Tekad Yogi menjadi orang shaleh nan kaya semakin kuat tatkala 1997-an berkenalan dengan Restianto, direktur Hotel Bandung Giri Gahana di Jatinangor. Saat itu Yogi sedang melobi Restianto agar perusahaannya bersedia menjadi sponsor acara Pesantren Kilat Nusantara Fikom Unisba, yaitu pesantren kilat untuk siswa SMA se-Indonesia, yang digagasnya. Sejak awal perkenalannya hingga kini, Restianto dikenal Yogi sebagai pengusaha yang dermawan, shaleh dan berakhlak. “Kayaknya jadi orang kaya itu enak, kemana-mana gampang, mau apa aja mudah. Di perjalanan bisa berhenti untuk shalat di masjid karena pakai mobil sendiri. Mau sedekah mudah. Mau bangun mesjid mudah”, ungkapnya. Itulah yang menginspirasi Yogi menjadi orang kaya yang berakhlak.

Setelah lulus kuliah tahun 1998, selama enam bulan Yogi mengembara ke beberapa negara di Asia seperti Malaysia, Singapura dan Thailand. Di sana ia menimba pengalaman berdakwah dari kota ke kota. Tahun 1999, ia kembali ke Indonesia dan bekerja di PAKIS (Pusat Analisis Kebijakan Informasi Strategis), sebuah lembaga kajian informasi bagi K.H. Abdurrahman Wahid yang saat itu menjabat sebagai presiden RI. Karena merasa tidak nyaman dengan kegiatan politik, setelah setahun ia putuskan untuk berhenti kerja. Tak lama kemudian Yogi menikah dengan seorang gadis Kuningan dan kembali menetap di Jakarta sebagai asisten direktur operasional Le Monde Baby, sebuah perusahan retail untuk pakaian bayi.

Di Le Monde Baby itulah Yogi menimba ilmu dan pengalaman di bidang retail. Yogi yang telah kerasan di tempat kerjanya di Jakarta enggan kembali ke Kuningan meski sang mertua, pemilik Fajar Toserba, memintanya pulang kampung untuk mengembangkan usaha. Tak lama kemudian, Yogi sakit keras, hingga harus berhenti kerja. Yogi merasa itu adalah teguran dari Allah agar ia kembali ke Kuningan dan mengembangkan Fajar. Lalu kembalilah Yogi ke kampung halamannya.

Berbekal pengalaman di dunia retail di Jakarta selama dua tahun, Yogi berhasil mengembangkan bisnisnya. Pasar swalayan Fajar Toserba yang awalnya berjumlah satu outlet di Jalan Jalaksana, Kuningan, dengan sentuhannya kini memiliki 13 cabang. Omzet pertahun yang awalnya kurang dari satu miliar meningkat pesat hingga di atas ** miliar (saya sensor atas permintaan sahabat saya :) ). Sebenarnya Yogi enggan mengungkapkan berapa miliar angka pastinya, yang jelas sejak 2003, setiap tahun omzet Fajar terus meningkat mulai dari satu miliar, sembilan miliar, 30 miliar, hingga kini jauh di atasnya.
Fajar Toserba Jalaksana

Fajar Toserba di Luragung Kuningan dengan konsep Hypermarket. Foto diambil dari google earth

“Sebagai pengusaha, ada dua ‘L’ yang paling saya sukai, liburan dan lebaran. Keuntungan perusahaan saat dua ‘L’ itu sangat besar”, katanya sambil tersenyum lebar. Tak heran kini ia dapat mempersiapkan cabang Toserba Fajar di daerah Talaga, Majalengka, di atas lahan seluas satu hektar dengan total biaya pembangunan 20 miliar. Dalam beberapa tahun ke depan, Fajar Toserba berencana melebarkan sayap ke kota lainnya di Jawa Barat, termasuk Bandung.

Sebenarnya banyak orang bertanya-tanya mengapa Fajar Toserba dengan sentuhan Yogi bisa berkembang sangat pesat. Yogi mengungkapkan visi dan strateginya membangun Fajar. Yogi menerapkan konsep blue ocean, yaitu mencari lokasi yang lapang meski tempat itu jauh dari rumah penduduk dan sepi dari keramaian, kemudian membangun masjid dan memakmurkannya. Setelah itu barulah ia membangun toserba. Kehadiran masjid dan toserba membuat tempat itu menjadi hidup dan ramai dikunjungi. Dengan teori ekonomi dan matematika, langkah Fajar membangun masjid merupakan kesalahan karena pengeluaran awal yang begitu besar, namun bisnis Fajar didasarkan pada pada “teori” keimanan dan ketakwaan. “Allah akan membuka rezeki bagi hamba-Nya yang terus meningkatkan ketakwaan. Apalagi rezeki Allah untuk para pedagang jauh lebih besar dari rezeki profesi lain,” tegasnya. Terbukti, kehadiran Fajar mampu menggerakkan roda perekonomian masyarakat dan memberi kontribusi terhadap peningkatan kualitas ibadah umat Islam. “Semua karyawan Fajar yang berjumlah 350 orang, selain dibekali dengan ilmu dagang, juga dimotivasi untuk selalu menjaga shalat tepat waktu, menghidupkan masjid dengan amaliah keagamaan, dan berdakwah kepada masyarakat. Itu yang membuat masyarakat senang dengan kehadiran Fajar”, ungkap Yogi.
Fajar Toserba di Mandirancan Kuningan. salah satu implementasi dari konsep Blue Ocean. Membangun dan menghidupkan daerah yang jauh dari keramaian.

Yogi juga mengungkapkan rahasia bisnisnya. “Bila berbisnis jangan hanya mengandalkan ikhtiar dunia, tapi juga ikhtiar akhirat seperti shalat, sedekah, dakwah. Dengan ikhtiar akhirat ini yang mengintervensi langsung (adalah) Allah,” tegas Yogi. “Siapa yang bisa menghentikan Allah,” katanya sambil tersenyum.

Selain bidang retail yang digelutinya sejak 2001, mulai 2008 secara personal Yogi mengembangkan BMT (Baitul Maal Wattamwil) El Fajar. Nampaknya kehadiran BMT El Fajar sangat membantu masyarakat kecil yang akan berwirausaha. Modal awal 100 juta rupiah yang telah dikucurkannya ternyata belum mampu memenuhi permintaan dari masyarakat yang jauh lebih besar. “Peternak lele, penjahit kecil, tukang siomay, meminjam modal. Orangnya jujur-jujur. Pengembaliannya lancar”, kata Yogi. Kini Bank Jabar Syariah Cabang Kuningan telah menawarkan bantuan modal besar untuk mengembangkan BMT yang digagas Yogi.

Yang unik karena kesibukannya sebagai wirausahawan, dalam sebuah kesempatan Yogi baru dapat mengunjungi salah satu cabang baru Fajar Toserba. Saat ia akan memasuki ruangan manajer, seorang karyawan baru melarangnya masuk dengan alasan ruangan itu untuk pimpinan Fajar. Yogi tidak marah. Ia hanya manggut-manggut dan tersenyum meski karyawan itu tidak mengenalinya. Sebagai pemilik Fajar, Yogi memang dikenal sebagai orang yang rendah hati. Meski Yogi berhasil mengembangkan Fajar demikian pesatnya, ia tidak jumawa karena menyadari semua harta hanyalah titipan Allah. Ia juga mengungkapkan kesuksesannya adalah buah dari didikan sang mertua yang telah merintis usaha sejak tahun 1970-an.

Untuk mencapai kesuksesan sebagai pedagang, Yogi mengungkapkan dua kepandaian yang harus dimiliki. “Pandai menghitung dan pandai ngomong,” ujarnya. Ia tidak terlalu pandai menghitung layaknya seorang akuntan, tapi ilmu “ngomong” dipelajarinya di Fikom Unisba. Bagi Yogi, kemampuan berkomunikasi akan membuat seseorang pedagang menjadi kredibel di mata klien, rekan bisnis dan karyawan. “Tapi itu pun harus disertai akhlak yang baik,” tandasnya.

Kini, meski Yogi memiliki rumah mewah, rumah itu tak ditempatinya. Ia gunakan rumah itu sebagai gudang Fajar dan tempat tinggal karyawan. Yogi dan keluarganya memilih untuk mengontrak sebuah rumah sederhana. “Saat itu saya belum siap. Rumah itu terlalu besar untuk kami tinggali,” ujarnya. Kini ia mau menempati rumahnya yang lain meski terbilang sederhana. Yang pasti mengikuti kebiasaannya, rumah itu jaraknya hanya belasan meter dari masjid.

Yogi yang kini memiliki tiga orang anak, mengenang masa kuliahnya di Fikom Unisba sebagai masa yang sangat indah. Guru-guru di Unisba telah memberikan kontribusi yang besar terhadap perkembangan dirinya. Ia merasakan perhatian dan ilmu yang bermanfaat dari guru-gurunya selama ini. Ia peroleh kesempatan mengaktualisasikan dirinya di beberapa organisasi kampus. Di Unisba pula Yogi mendapatkan banyak sahabat setianya sampai saat ini. Unisba menjadi tempatnya belajar komunikasi, negosiasi, dakwah, bisnis dan membangun jaringan. Tak heran sebagai trainer dan pembicara berbagai seminar di bidang bisnis, Yogi selalu mengutamakan Unisba bila diminta mengisi acara. Sesibuk apapun ia akan memenuhi panggilan almamaternya.

Kehadiran Yogie sebagai pemateri Pesantren Calon Sarjana di Unisba acapkali menimbulkan kekaguman mahasiswa karena dalam usia yang masih muda Yogi bisa dibilang telah berhasil menjadi seorang pengusaha yang agamis. Salah satu peserta pesantren yang menunjukan kekagumannya adalah Peri, alumni Fikom angkatan 2003 asal Tasikmalaya. Peri mengikuti pesantren tahun 2006. Ia dibuat kaget karena satu dari 10 mimpi yang disebutkannya pada Yogi saat itu, yakni “umroh tahun 2007”, setahun kemudian terwujud. Perri mengungkapkan keinginannya menjadi sukses di usia muda seperti Yogi.

Meski tampak lelah mempersiapkan diri pergi haji bersama istri ke tanah suci, dengan tangan terbuka Yogi mengajak saya ke kediamannya. Beberapa jam sebelum berangkat menuju Jakarta, Yogie masih menyempatkan diri mengajak saya menyambangi beberapa cabang Fajar. Mudah-mudahan alumni Unisba ini dapat terus berkiprah di bidang dakwah, memberikan banyak manfaat bagi masyarakat luas dan menjadi haji yang mabrur. Amin.

(Mudah-mudahan tulisan ini menginspirasi banyak orang untuk mau berwirausaha dan berdakwah. Ditulis oleh M. E. Fuady)

sumber: http://imultidimensi.wordpress.com

Thanks for reading Yogi Tyandaru (Fajar Toserba), Profil Enterpreneur Muslim dengan OmzetMiliaran Rupiah

Related Posts

Your Comments

No comments:

Post a Comment

Labels

Labels

Labels

Copyright © Blog'e Aji Bintara. All rights reserved. Template by CB Blogger